Mayjen TNI Djon Afriandi, Komandan Jenderal Kopassus, memimpin langsung upacara serah terima jabatan Dan Grup 1  Kopassus dari Kolonel Inf Irfan Amir kepada Kolonel Inf Amril Hairuman Tehupelasury.

LUGAS | SERANG, BANTEN – Di balik barisan para prajurit bersenjata lengkap, di bawah kibaran Merah Putih yang tak pernah padam semangatnya, Grup 1 Kopassus memasuki babak baru. Estafet komando yang sarat makna dilaksanakan di jantung Komando Pasukan Khusus, Lapangan Ahmad Kirang, Markas Kopassus, Cijantung, Senin (21/4/2025). 

Kolonel Inf Irfan Amir, sang penerima penghargaan Samkaryanugraha dari Presiden RI pada HUT TNI ke-79 di silang Monas di depan 30.000 prajurit TNI


Mayjen TNI Djon Afriandi, Komandan Jenderal Kopassus, memimpin langsung upacara serah terima jabatan dari Kolonel Inf Irfan Amir, sang penerima penghargaan Samkaryanugraha dari Presiden RI pada HUT TNI ke-79 di silang Monas di depan 30.000 prajurit TNI. Ia menyerahkan tongkat komando kepada penerusnya, Kolonel Inf Amril Hairuman Tehupelasury. Bukan sekadar pergantian pimpinan, ini adalah peristiwa strategis yang menandai lahirnya energi baru dalam tubuh satuan elite yang dikenal sebagai "Baladika". 



“Disiplin adalah nafas kita, kesetiaan adalah kebanggaan kita, dan kehormatan adalah segalanya,” tegas Danjen Djon Afriandi dalam amanatnya. Ia menekankan bahwa kekuatan sejati Kopassus terletak pada loyalitas kepada bangsa dan rakyat, bukan sekadar pada senjata atau strategi.

Jejak Komando, Nafas Operasi


Kolonel Amril bukanlah wajah asing di kalangan para Parako. Ia adalah darah dari darah Baladika—mantan Wadan Grup 1, mantan Dansatgas TNI di Lebanon (UNIFIL) tahun 2020, dan alumni Komandan Sekolah Komando Pusdiklatpassus. Dengan segudang pengalaman taktis maupun diplomatik, ia datang bukan sekadar untuk memimpin, tetapi untuk menyatukan kembali semangat "Eka Wastu Baladika" dalam merespons dinamika ancaman kontemporer. 



“Saya akan melanjutkan warisan baik yang telah ditanamkan pendahulu saya. Loyalitas tanpa batas adalah kunci untuk menghadapi tantangan zaman,” ucap Amril dalam nada tenang namun tegas—ciri khas seorang pemimpin lapangan.

Warisan Sang Pendahulu: Dari Museum hingga Tradisi Baru


Kolonel Irfan Amir menutup masa jabatannya dengan torehan yang akan dikenang para generasi penerus. Dalam senja terakhirnya di Serang, ia meresmikan Museum Para Komando—monumen sunyi yang menyimpan gema keberanian dan pengorbanan para prajurit sejak era operasi rahasia hingga tugas-tugas internasional. 



“Saya ingin para prajurit muda mengerti bahwa darah yang mereka warisi ini bukan sekadar merah—merah itu dikeringkan oleh sejarah panjang perjuangan,” ucap Irfan dengan nada lirih namun penuh keyakinan.

Tak berhenti di sana, Irfan memperkenalkan tradisi baru dalam lepas sambut: tanam pohon, tabur ikan, dan lepas burung. Simbol tiga matra – darat, laut, udara – dijelmakan menjadi bentuk cinta lingkungan yang hidup dan bernapas. Tradisi ini menjadi pesan senyap yang lebih nyaring dari pidato mana pun: prajurit sejati menjaga negeri tidak hanya dengan senjata, tetapi juga dengan menjaga alamnya. 



“Pohon akan hidup dan tumbuh, memberi manfaat tanpa pamrih. Begitu pula semestinya kita sebagai prajurit,” ujar Irfan sambil menanam pohon kenangan bersama sang istri di pelataran markas.

Simbolisasi yang Hidup: Bibit Pohon Gantikan Bunga


Acara lepas sambut malam harinya di Gedung Baladika pun tidak biasa. Tak ada karangan bunga—yang tampak justru barisan pohon durian, kelengkeng, mangga, dan tanaman produktif lainnya, dengan ucapan selamat menggantung pada daunnya. Tradisi baru dari seorang pemimpin yang berpikir jauh ke depan. 



“Saya harap, setelah saya pergi, pohon-pohon ini akan tetap tumbuh dan menjadi saksi bahwa kami pernah menjaga negeri ini dengan cara yang tidak biasa,” pungkas Irfan yang akan melanjutkan pendidikan militer di Bandung.

Babak Baru di Baladika


Kolonel Amril kini memanggul tongkat estafet. Ia tahu, Grup 1 Kopassus bukan sekadar satuan. Ia adalah simbol kekuatan senyap, tulang punggung yang beraksi jauh dari sorot lensa. Dan kini, dialah pemegang kunci untuk membawa Baladika ke medan-medan baru: dari operasi hutan rimba hingga perang teknologi informasi.

Di akhir malam, saat pekik “Parako!” dijawab “Baladika!”, dan ditutup dengan lantang: “Komando!”, tak seorang pun meragukan bahwa sejarah baru telah ditulis. Dan tinta sejarah itu kini digoreskan oleh tangan seorang komandan baru: Kolonel Amril Hairuman Tehupelasury.