LUGAS | Surabaya – Hari Pers Nasional (HPN) bukan hanya soal perayaan. Bukan sekadar seremoni. Bukan pula sekadar pidato panjang lebar soal kebebasan pers.

Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) memilih jalan berbeda. Mereka turun langsung, berbagi dengan sesama. Ada 300 paket beras, masing-masing 5 kg, yang disalurkan kepada keluarga wartawan dan masyarakat yang membutuhkan.

Tidak berhenti di situ. Ketua Umum KJJT, Ade Slamet Maulana, punya rencana lebih besar. "Kami juga akan memberikan 100 paket sekolah untuk anak jalanan. Isinya alat tulis, buku, dan tas. Selain itu, 50 paket kebutuhan balita untuk ibu-ibu yang membutuhkan," ujarnya.

Tidak ada panggung megah. Tidak ada acara formal yang kaku. Hanya duduk santai di Kafe Santorini, Jalan Ronggolawe, Surabaya, Rabu (19/2/2025). Beberapa wartawan senior hadir. Yousri Nur Raja Agam (PWI Jatim), Darmantoko, Rokimdakas, Pandu (eks Surabaya Post), Supriyadi (eks Memorandum), Puguh, dan Eko Gagak.

Mereka mengenang masa-masa emas. Saat berita ditulis dengan mesin tik. Saat liputan harus benar-benar "turun ke lapangan", bukan sekadar scroll media sosial. Saat wartawan tidak sekadar menyalin rilis pers.

Ade menegaskan, KJJT tidak ingin perayaan HPN hanya jadi ajang kumpul-kumpul. "Kami ingin ini berdampak nyata. Tidak hanya untuk wartawan, tapi juga untuk masyarakat," katanya.

Sebagai bentuk penghormatan, para wartawan senior itu juga menerima paket apresiasi. Bukan soal nilai barangnya, tapi maknanya.

Acara ditutup dengan makan siang bersama. Foto bersama. Dan tentu saja, nostalgia panjang tentang dunia pers yang kini berubah cepat.

Tapi semangatnya? Tidak boleh luntur.

"Selamat Hari Pers Nasional 2025. Pers harus tetap hidup. Wartawan harus tetap kritis," kata Ade.



(Mahar Prastowo)