Header Ads

Dirjen HAM Soroti Dugaan Larangan Penggunaan Jilbab di Rumah Sakit Swasta Jakarta Selatan


LUGAS | Jakarta - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, menyatakan keprihatinan mendalam terkait laporan adanya dugaan pelarangan penggunaan jilbab di sebuah rumah sakit swasta di kawasan Jakarta Selatan. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang Indonesia.

"Kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak fundamental yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya," ujar Dhahana Putra dalam pernyataannya.

Selain UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga secara tegas mengatur kebebasan setiap individu dalam memeluk agamanya dan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Pasal 22 UU No. 39/1999 menyatakan bahwa negara wajib melindungi hak asasi manusia terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk ekspresi keyakinan melalui pakaian, seperti penggunaan jilbab.

Dhahana menambahkan bahwa pelarangan penggunaan jilbab di sektor layanan publik, termasuk rumah sakit, tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga mencederai semangat pluralisme dan toleransi yang menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.

"Sektor layanan publik seharusnya menjadi contoh dalam menghormati dan melindungi hak-hak individu, termasuk hak menjalankan keyakinan agama," tegas Dhahana.

Merespons kasus ini, Dirjen HAM merencanakan untuk mengirimkan tim guna berkomunikasi langsung dengan pihak-pihak terkait di lapangan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa hak asasi manusia, terutama kebebasan beragama, dihormati dan dijaga di seluruh sektor pelayanan publik.

Lebih lanjut, Dhahana juga mengingatkan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan, dan menegakkan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 71 UU No. 39/1999. Selain itu, ia menyoroti Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 5, yang melarang diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan agama, kelamin, suku, ras, maupun aliran politik.

Sebagai bagian dari komitmen negara dalam menegakkan HAM, Dhahana mengimbau semua pihak di sektor layanan publik untuk menghormati hak-hak beragama dan memastikan bahwa kebijakan internal mereka tidak diskriminatif atau melanggar hak asasi manusia.

"Jajaran kami akan berkomunikasi dengan pihak manajemen rumah sakit terkait untuk mendapatkan klarifikasi dan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Jakarta Selatan," ujar Dhahana.

Mengakhiri pernyataannya, Dhahana mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama sebagai fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Indonesia adalah negara yang beragam, dan keberagaman ini harus dijaga dengan sikap saling menghormati dan menghargai. Larangan penggunaan jilbab tidak hanya melanggar hak asasi, tetapi juga merusak nilai-nilai dasar yang kita junjung tinggi sebagai bangsa yang beradab," pungkas Dhahana.

Kejadian ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman dan penghormatan terhadap kebebasan beragama dalam semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk di sektor layanan publik yang seharusnya menjadi pelindung dan penegak nilai-nilai HAM.






Sumber Humas Kemenkumham Riau 

Tidak ada komentar