LUGAS 🇮🇩 | Jakarta, 6 Januari 2022
- Semakin banyak temuan kasus kekerasan seksual dan kian memburuknya
isu ini beberapa waktu belakangan menggerakkan banyak pihak untuk
semakin keras mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dilakukan sesegera mungkin.
Kegentingan
tersebut mendapat tanggapan baik dari pemerintah yang pada Selasa (4/1)
lalu. Presiden Joko Widodo menyampaikan pernyataan yang menegaskan
bahwa perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi
perhatian bersama, terutama kekerasan seksual pada perempuan dan anak
yang mendesak harus segera ditangani. Untuk itu, Presiden mendorong
langkah-langkah percepatan pengesahan RUU TPKS yang hingga kini masih
berproses.
Pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut mendapat
apresiasi yang baik dari Ketua DPR RI Puan Maharani. Ia menyambut baik
respons positif Presiden yang mendorong percepatan pengesahan RUU TPKS
dan menegaskan komitmen DPR untuk bersama-sama pemerintah mempercepat
mengesahkan RUU TPKS yang banyak diharapkan masyarakat itu.
Puan
memastikan pihaknya akan segera mengesahkan RUU TPKS sebagai inisiatif
DPR. Puan sendiri sudah berkali-kali menyatakan DPR siap bekerja cepat
agar RUU TPKS bisa disahkan.
“Badan Legislasi (Baleg) DPR RI
sudah merampungkan pembahasan RUU TPKS. Pengesahan RUU TPKS sebagai
inisiatif DPR akan dilakukan dalam rapat paripurna setelah reses untuk
kemudian kami kirimkan ke Pemerintah sehingga dapat ditindaklanjuti pada
pembahasan tingkat II,” ungkapnya.
Puan juga menyambut baik
langkah Presiden Jokowi meminta Gugus Tugas Pemerintah yang menangani
RUU TPKS untuk menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap
draf RUU TPKS yang disiapkan oleh DPR. Ia berharap setiap mekanisme yang
berjalan dapat berjalan dengan lancar. “Respons positif Bapak Presiden
ini kami harap agar ditindaklanjuti dengan dikirimkannya Surpres setelah
nantinya RUU TPKS sah sebagai inisiatif DPR,” kata Puan.
DPR RI
memastikan siap bekerja optimal dalam pembahasan RUU TPKS bersama
pemerintah kedepan. Puan meminta pihak Pemerintah memiliki komitmen yang
sama dalam pelaksanaan pembahasan mengingat RUU TPKS sudah sangat
dibutuhkan karena kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah
sangat memprihatinkan.
Sambutan dan apresiasi yang baik juga
disampaikan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) dalam pernyataan sikap yang dilansir segera setelah
pernyataan Presiden tersebut disampaikan. Dalam pernyataan yang disusun
bersama oleh beberapa orang komisionernya antara lain, Andy Yentriyani,
Maria Ulfah Ansor, Rainy Hutabarat, Alimatul Qibtiyah, Siti Aminah Tardi
dan Olivia Chadidjah Salampessy itu disampaikan bahwa pernyataan
Presiden tersebut penting dan telah ditunggu-tunggu mengingat terjadinya
lonjakan laporan kasus dan kompleksitas kekerasan seksual yang terjadi
di lembaga-lembaga pendidikan beberapa waktu terakhir yang yang
mengidikasikan kondisi darurat kekesaran seksual.
Kasus-kasus
tersebut, menurut Komnas Perempuan merupakan preseden buruk karena
lembaga pendidikan dan lingkup keluarga yang seharusnya menjadi ruang
aman bagi setiap individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal
justru menjadi tempat terjadinya kasus kekerasan seksual. Di saat
bersamaan, daya tanggap yang tersedia pada kasus kekerasan seksual
sangat terbatas baik dari aspek muatan hukum, struktur dan budaya,
maupun layanan yang tersedia untuk mendukung korban dan masih
terkonsentrasi di pulau Jawa.
Penundaan pembahasan dan pengesahan
RUU TPKS, seperti dinyatakan oleh Komnas Perempuan, akan menyebabkan
semakin banyaknya korban yang terbengkalai hak-haknya dan kondisi korban
akan semakin terpuruk, bahkan ada korban yang bunuh diri dan mengalami
gangguan jiwa akut. Di sisi lain, penundaan pembahasan RUU TPKS juga
akan memperburuk daya pencegahan yang sudah sangat terbatas.
Dalam
pernyataan sikap tersebut, Komnas Perempuan mengusulkan sejumlah
langkah yang perlu didorong untuk mempercepat pembahasan RUU TPKS
Tidak ada komentar