LUGAS | Taliabu - Demonstrasi Mahasiswa di depan kantor Bupati Pulau Taliabu, Senin (15/6/2020), menuntut ganti rugi lahan dan tanaman komoditas cengkeh yang digusur oleh Pemerintah Daerah Pulau Taliabu untuk pembangunan jalan lingkar, berlangsung kondusif.
Aksi Himpunan Mahasiswa Taliabu (HMT) yang dikoordinir oleh Waldin Poso ini menuntut ganti rugi lahan warga beserta objek tanaman cengkeh yang telah digusur untuk pembangunan ruas Jalan Lingkar Utara Penghubung Ngele-Lede, di Desa Nggele, Taliabu Barat Laut.
Aksi Himpunan Mahasiswa Taliabu (HMT) yang dikoordinir oleh Waldin Poso ini menuntut ganti rugi lahan warga beserta objek tanaman cengkeh yang telah digusur untuk pembangunan ruas Jalan Lingkar Utara Penghubung Ngele-Lede, di Desa Nggele, Taliabu Barat Laut.
Waldin mendesak pemerintah daerah agar segera merealisasikan ganti kerugian lahan warga serta tanaman komoditas utama Taliabu yakni cengkeh yang digusur tanpa musyawarah mufakat terlebih dahulu. Sebagai catatan, Taliabu merupakan penghasil cengkeh sebesar 5000 ton per tahun.
"Kami mendesak Pemerintah daerah yaitu dinas PUPR sebagai dinas yang terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum tahun 2018 agar segera merealisasikan ganti rugi lahan tanaman warga yang telah digusur sepihak tanpa pernah ada musyawarah kepada pemilik lahan tersebut sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2012," tuntut Waldin dalam orasinya.
Waldin mengungkapkan, penggusuran sepihak oleh dinas terkait dinilai melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Undang Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah untuk kepentingan Umum, yakni Pasal 5 yang berbunyi; pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum.
Sedangkan dalam pasal Pasal 37 ayat (1); Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dan
Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. Dan ayat (2); Hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.
Tak hanya melanggar UU, tetapi mekanisme dan Juknis telah diatur dalam Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dimana pada pasal 69 ayat 1 (satu) berbunyi; Pelaksana Pengadaan Tanah mengundang Pihak yang Berhak dalam musyawarah penetapan Ganti Kerugian dengan menetapkan tempat dan waktu pelaksanaan.
"Namun dinamika dan kenyataan yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Herarki tertinggi dan Juknis tersebut," tegas Waldin.
Waldin mengungkapkan, penggusuran sepihak oleh dinas terkait dinilai melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Undang Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah untuk kepentingan Umum, yakni Pasal 5 yang berbunyi; pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum.
Sedangkan dalam pasal Pasal 37 ayat (1); Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dan
Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34. Dan ayat (2); Hasil kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.
Tak hanya melanggar UU, tetapi mekanisme dan Juknis telah diatur dalam Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dimana pada pasal 69 ayat 1 (satu) berbunyi; Pelaksana Pengadaan Tanah mengundang Pihak yang Berhak dalam musyawarah penetapan Ganti Kerugian dengan menetapkan tempat dan waktu pelaksanaan.
"Namun dinamika dan kenyataan yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Herarki tertinggi dan Juknis tersebut," tegas Waldin.
Aksi di kantor Bupati ini kemudian berlanjut ke kantor DPRD dengan isi tuntutan sama. Salah satu orator aksi, Dedi Idu, menyampaikan bahwa pembangunan ruas jalan penghubung antara Desa Nggele - Lede tidak lain demi kepentingan rakyat, namun seharusnya tujuan baik ini juga tidak mengabaikan hak hak rakyat lainnya karena asas kesejahteraan rakyat harus seirama dengan asas kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi yang ada.
"Kami paham bahwa pembangunan jalan ini tak lain untuk kesejahteraan rakyat akan tetapi dinamika di lapangan terbalik dengan ketentuan dan mekanisme yang ada sehingga pembangunan jalan tersebut dihentikan masyarakat karena memang belum ada sosialisasi dan kesepakatan terkait ganti untung dari pihak pemerintah melalui dinas PUPR," ujar Dedi.
"Kami paham bahwa pembangunan jalan ini tak lain untuk kesejahteraan rakyat akan tetapi dinamika di lapangan terbalik dengan ketentuan dan mekanisme yang ada sehingga pembangunan jalan tersebut dihentikan masyarakat karena memang belum ada sosialisasi dan kesepakatan terkait ganti untung dari pihak pemerintah melalui dinas PUPR," ujar Dedi.
Oleh sebab itu, Dedi mendesak DPRD sebagai penyambung lidah masyarakat agar jeli dan peka melihat permasalahan ini sehingga segera mengevaluasi dan menyelesaikan permasalahan ganti rugi lahan dan tanaman warga tersebut.
Buntut aksi di Depan Kantor DPRD ini berujung diadakannya hearing bersama komisi III, dimana dalam hearing terbuka ini poin tuntutan mahasiswa aksi yang diantaranya meminta kepada komisi III agar melakukan evaluasi terhadap kinerja PUPR dan Kabag Pemerintahan, meminta menyelesaikan ganti rugi lahan cengkeh yang digusur paksa dan sepihak, meminta tim Aprizal/penilai di SK-kan oleh BAN PTN untuk menilai kembali objek tanah dan tanaman yang telah digusur, menyelesaikan polemik tahapan pembangunan jalan yang tak sesuai dengan UU Nomor 2 tahun 2012.
Hearing bersama ini kemudian melahirkan kesepakatan awal bahwasanya akan ditindak lanjuti oleh Komisi III dengan menjadwalkan hearing kedua yang akan dilaksanakan esok hari (16/6/2020), dengan menghadirkan pihak dinas terkait diantaranya PUPR, Kabag Pemerintahan dan PPKAD.
Buntut aksi di Depan Kantor DPRD ini berujung diadakannya hearing bersama komisi III, dimana dalam hearing terbuka ini poin tuntutan mahasiswa aksi yang diantaranya meminta kepada komisi III agar melakukan evaluasi terhadap kinerja PUPR dan Kabag Pemerintahan, meminta menyelesaikan ganti rugi lahan cengkeh yang digusur paksa dan sepihak, meminta tim Aprizal/penilai di SK-kan oleh BAN PTN untuk menilai kembali objek tanah dan tanaman yang telah digusur, menyelesaikan polemik tahapan pembangunan jalan yang tak sesuai dengan UU Nomor 2 tahun 2012.
Hearing bersama ini kemudian melahirkan kesepakatan awal bahwasanya akan ditindak lanjuti oleh Komisi III dengan menjadwalkan hearing kedua yang akan dilaksanakan esok hari (16/6/2020), dengan menghadirkan pihak dinas terkait diantaranya PUPR, Kabag Pemerintahan dan PPKAD.
Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 Tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, mengamanatkan tahapan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu Tahap Perencanaan, Tahap Persiapan, Tahap Pelaksanaan, dan Tahap pemberian hasil.
Laporan Tim LUGAS | Editor: Mahar Prastowo
Tidak ada komentar