LUGAS | Bekasi - Suara raungan sirine ambulans URC PKM Pekayon Jaya membahana membelah angkasa, menerobos hiruk pikuk lalu lintas jalanan di kawasan Kalimalang Bekasi Selatan, Kamis (24/5/2018) saat umat Islam sedang berbuka puasa.
Pasalnya, pasien Yuswita S.Pd (67) pensiunan wakil kepala sekolah SMAN 6 Kota Bekasi diduga terkena serangan jantung. Dalam situasi darurat, kondisi pasien koma tak sadarkan diri setelah terjatuh di kamar mandi.
"Kita langsung larikan ke RS Budi Lestari, karena menurut keluarganya pernah dirawat di RS tersebut. Pas dikabari dengan gerak cepat, bedug maghrib pisan, lagi buka puasa kita langsung evakuasi,"tukas Jajang Qijoy selaku pionir URC (Unit Reaksi Cepat) PKM Pekayon Jaya.
Ditandaskan Jajang Qijoy, selain dicekam kepanikan disebabkan pasien sangat urgent harus segera ditangani. Suasana mendadak bergemuruh, setelah pasien darurat yang dievakuasi mau diturunkan, dijegal oleh pihak sekuriti jaga RS Budi Lestari. Terjadilah debat adu argumentasi.
"Sudah telepon rumah sakit belum, telepon dokter belum, tunggu dulu jangan diturunin," tukas sekuriti ditirukan Jajang Qijoy.
"Ini saya bawa pasien darurat, sekarat, urjen, bagaimana telepon dokter, telepon RS, pasien cengap cengap, keburu pasien nggak tertolong," tukas Jajang.
Sekuriti jaga pihak RS pun akhirnya menuju IGD untuk menemui perawat dan dokter yang tugas di IGD. Alangkah terkejutnya saat dokter pun memberikan jawaban yang sama persis seperti sekuritinya.
"Sudah hubungi rumah sakit ini belum, sudah telepon dokter belum,"sambung dokter IGD ketus.
"Dok, ini saya bawa pasien sekarat, sudah cengap-cengap, keburu mati pasien saya, harusnya ditangani dulu, ambil tindakan dong, bukan tanya sudah konfirmasi rumah sakit belum, telepon belum," tukas Jajang kesal.
Tak lama kemudian, dokter IGD menginstruksikan seorang perawat untuk check pasien yang masih di dalam mobil ambulance-karena dijegal diturunkan, tepat depan pintu masuk IGD. Perawat pun tanpa basa-basi menyuruh pasien dibawa ke rumah sakit lain.
"Jadi, intinya ini pasien DITOLAK oleh pihak RS Budi Lestari. Nggak mau nangani pasien darurat," jelas Jajang kesal.
Disaksikan relawan dan keluarga pasien, melihat pasien dalam kondisi tidak stabil, tanpa pikir panjang lagi, Jajang ambil inisiatif langsung melarikan pasiennya ke rumah sakit lain.
"Coba bayangkan kita bawa pasien dengan mobil ambulance pemerintah, plat merah saja ditolak, bagaimana pakai taksi on line, grab atau mobil lain, ini namanya penghinaan," tukasnya.
Tak lama kemudian, mobil ambulance B 1006 KHX pun melaju kencang berlalu dari RS Budi Lestari Kayuringin. Pasien Yuswita akhirnya dibawa ke IGD RSUD Kota Bekasi.
"Pasien akhirnya kita larikan ke RSUD, sampai di sana langsung ditangani. Nggak ditanya bertele tele, kalaupun ditanya sambil dokter perawat lakukan tindakan, bukan ngajak debat. Cakep pelayanan RSUD, tanggap dan sigap, karena melihat kondisi pasien. Pas masuk IGD, sekuritinya juga bantuin masukin pasien,"jelasnya.
Data yang berhasil dihimpun terkait pelayanan RS Budi Lestari tidak memprioritaskan kualitas pelayanan sesungguhnya telah lama berembus. Dalam kesempatan yang bersamaan seorang relawan Ariyanto pernah mengalami peristiwa mengecewakan saat mendampingi pasien di RS Budi Lestari.
"Ya, waktu itu kita ada dampingi pasien di Budi Lestari, belum sembuh suruh pulang dan esoknya kambuh lagi. Tapi pihak RS nggak mau tahu itu. Yang jelas bagaimana kita harus bisa ketemu dan mediasi dengan pihak manajemen. Ini juga menyangkut pasien pasien yang dekat di sekitar Kayuringin, jangan sampai mengalami hal yang sama, dan sebetulnya juga kalau reputasi RS bagus yang untung kan juga pihak rumah sakit,"tukas Ari saat kongkow dengan relawan di depan RSUD Kota Bekasi.
Setelah mendapat perawatan 6 jam di IGD RSUD Kota Bekasi, pasien warga Pondok Pekayon Indah Blok DD 18 A No.2, RT 03/15 nyawanya tak bisa diselamatkan dan tutup usia tepat jam 01.20 WIB, Jumat (25/5/2018). Jenazah Yuswita Dzahir binti Muhammad Dzahir dikebumikan pasca sholat Jumat di TPU Malaka, Jakarta Timur.
Dalam kondisi pasien emergency, sesungguhnya diutamakan tindakan rescue (penyelamatan). Hal ini ditegaskan dan telah tertuang dalam UU Kesehatan 36/2009, Pasal 32 Ayat 2.
Bagi RS dimana petugas medis, melanggar aturan Pasal 32 Ayat 2 dapat terkena sanksi kurungan penjara maksimal 2 tahun dan denda Rp 200 juta dan tertuang dalam Pasal 190 Ayat 1. Jika sebabkan pasien meninggal terancam kurungan 10 tahun dan denda Rp 1 miliar. Tertuang dalam Pasal 190 Ayat 2.
Hal ini dalam satu rangkaian eksplisit, terkait pihak RS jika mendapati pasien darurat dilarang menerapkan deposit atau uang muka. Yang harus dilakukan pasien emergency (darurat) adalah tindakan tanggap darurat serta sigap para perawat dan dokter yang saat itu sedang piket, melakukan tindakan penyelamatan. (Red).
koordinator.liputan@gmail.com
0812-9167-7174
Tidak ada komentar