Impor beras ditengah panen (dok. agroindonesia) |
LUGAS | Denpasar - Sejumlah kebijakan pemerintah, terutama soal impor, dinilai ekonom Faisal Basri, sebagai upaya mengumpulkan dana politik jelang Pemilu 2019. Hal itu disampaikan usai menghadiri media briefing bersama PLN di Denpasar. “Dilihat dari pegalaman masa lalu itu ada kaitan antara impor dengan pengumpulan dana politik,” kata Faisal Basri, Selasa (31/1/2018).
Sebut saja misalnya impor daging yang pernah marak dan mencuat ke permukaan. Pada akhirnya hal itu berkaitan dengan mencari dana untuk menyambut pemilu.
“Sekarang itu gitu, tolong deh bantu pengusaha tekstil dan garment. Dulu itu hanya importir terdaftar yang boleh. Sekarang importir umum juga boleh. Di Bandung itu sudah menjerit, harga sudah tidak karuan barang impor itu,” terang Faisal sebagaimana dikutip Aktual.
Sebut saja misalnya impor daging yang pernah marak dan mencuat ke permukaan. Pada akhirnya hal itu berkaitan dengan mencari dana untuk menyambut pemilu.
“Sekarang itu gitu, tolong deh bantu pengusaha tekstil dan garment. Dulu itu hanya importir terdaftar yang boleh. Sekarang importir umum juga boleh. Di Bandung itu sudah menjerit, harga sudah tidak karuan barang impor itu,” terang Faisal sebagaimana dikutip Aktual.
“Apalagi dipermudah ekspor kayu, kenapa kok sekarang. Misalnya ekspor rotan. Terus tiba-tiba menyuruh PPI impor beras. Beras dari Vietnam Rp4.500 di sini jual Rp9.000 untungnya ke mana?,” tambah Faisal. Ia menyebut sudah berkali-kali Menteri Perdagangan dikoreksi kebijakannya atas sejumlah impor. Sebut saja impor gula dan terbaru impor beras.
“Jelas-jelas melanggar ketentuan. Ya, itu ada indikasi pengumpulan dana politik untuk pemilu. Terjadi setiap menjelan pemilu? Ada pola. Dulu itu bagi-bagi duit daging. Sudah terbukti kok di masa lalu dan itu kelihatannya terus berlanjut,” papar dia.
Ia mencontohkan pada impor gula rafinasi, "itu 3 juta ton dikali Rp82 ribu. Itulah setahun jadi kira-kira Rp235 miliar. Itu ongkos administrasinya saja. Beras lebih tinggi lagi. Impor Rp4.500 dijual Rp9.000," ujarnya.
"Kita harus bersuara terus!” tegas Faisal Basri.
“Jelas-jelas melanggar ketentuan. Ya, itu ada indikasi pengumpulan dana politik untuk pemilu. Terjadi setiap menjelan pemilu? Ada pola. Dulu itu bagi-bagi duit daging. Sudah terbukti kok di masa lalu dan itu kelihatannya terus berlanjut,” papar dia.
Ia mencontohkan pada impor gula rafinasi, "itu 3 juta ton dikali Rp82 ribu. Itulah setahun jadi kira-kira Rp235 miliar. Itu ongkos administrasinya saja. Beras lebih tinggi lagi. Impor Rp4.500 dijual Rp9.000," ujarnya.
"Kita harus bersuara terus!” tegas Faisal Basri.
[L/Akt]
Tidak ada komentar