LUGAS | Jakarta - Pemilik tanah lahan kelapa sawit dan warga Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM) melaporkan oknum hakim Pengadilan Negeri (PN) Batulicin Kalimantan Selatan berinisial WIS dan IHD ke Komisi Yudisial (KY), Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Mereka melaporkan kedua oknum hakim tersebut, karena ditengarai dalam amar putusannya yang dibacakan pada tanggal 19 September 2016 dengan menghukum pelapor (pemilik lahan dan warga TSM) bayar ganti rugi sebesar Rp 2 miliar.
“Kami selaku pelapor dan warga TSM melaporkan tindakan perilaku dan kode etik hakim yang menyimpang untuk menuntut pelindungan Hak, Hukum dan Keadilan,” ujar H. Habib Idrus Al Habsy dalam keterangan persnya hari Jumat (4/11/2016) pekan lalu di Jakarta.
H. Habib Idrus menceritakan bahwa tanah lahan kelapa sawit dengan total seluas 48 hektar dan sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM), namun sejak tahun 2013 lahan kebun kelapa sawit telah dirusak dan diserobot oleh pihak perusahaan PT SDJ dan PT AJE tanpa pemberitahuan dan ganti rugi kepada pemilik lahan yang sah.
Lahan tersebut dengan sewenang-wenang oleh perusahaan dijadikan lahan tambang batu bara. “Pada bulan Juni 2013 kami sudah menemui Koordinator lapangan Yuda Pratama, tapi tidak dihiraukan,” jelasnnya.
Sebelumnya, ujar H. habib Idrus, atas tindakan pengrusakan tersebut pelapor minta perlindungan pihak Kepolisian Tanah Bumbu yang diawasi Kompolnas dan Mabes Polri dan penyidikan sampai tahap akhir.
PT SDJ dan PT AJE tidak dapat menunjukkan bukti legalitas kepemilikan tanah yang dirusaknya. Ketika penyidikan pihak Kepolisian sudah hampir final, pihak perusahaan melakukan manuver untuk mengalihkan perhatian dari masalah pokok (pengrusakan dan penyerobotan tanah) yaitu dengan cara mencari pihak lain di luar pokok masalah sebagai kambing hitam.
“Yang dijadikan tameng adalah Samudji dkk, mereka bukan pemilik tanah di objek milik pelapor, mereka hanya jadi alat untuk melakukan gugatan terhadap perlapor ke PN Batulicin dengan sebutan tim 20 yang berjumlah 19 orang,” paparnya.
Sebelum putusan dijatuhkan, telah beredar isu dimasyarakat bahwa ada dua nama oknum hakim yang jadi alat perusahaan untukmengatur permainan di PN Batulicin mulai dari isi gugatan, bukti dan saksi adalah kedua hakim tersebut.
Dalam pertimbangan putusan hakim dengan tuduhan pihak perusahaan tidak bisa beraktivitas karena ada demo pada tanggal 9 Maret 2016.
Pertimbangan hukum yang yang digunakan hakim dinilai oleh pelapor dan warga TSM adalah fiktif, karena pada tanggal 9 Maret 2016 bertepatan dengan hari Raya Nyepi Umat Hindu yang merupakan hari libur nasional.
Kemudian bertepatan pula terjadinya peristiwa alam Gerhana Matahari dan pada tanggal yang sama pelapor sedang mengikuti acara pemakaman Habib Aqil yang merupakan keluarga pelapor sejak pagi.
“Selain melaporkan kepada pihak terkait yaitu KY, MA dan KPK, dan atas putusan hakim tersebut kami menyatakan naik banding,” tutup H. Habib Idrus. (mp)
Mereka melaporkan kedua oknum hakim tersebut, karena ditengarai dalam amar putusannya yang dibacakan pada tanggal 19 September 2016 dengan menghukum pelapor (pemilik lahan dan warga TSM) bayar ganti rugi sebesar Rp 2 miliar.
“Kami selaku pelapor dan warga TSM melaporkan tindakan perilaku dan kode etik hakim yang menyimpang untuk menuntut pelindungan Hak, Hukum dan Keadilan,” ujar H. Habib Idrus Al Habsy dalam keterangan persnya hari Jumat (4/11/2016) pekan lalu di Jakarta.
H. Habib Idrus menceritakan bahwa tanah lahan kelapa sawit dengan total seluas 48 hektar dan sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM), namun sejak tahun 2013 lahan kebun kelapa sawit telah dirusak dan diserobot oleh pihak perusahaan PT SDJ dan PT AJE tanpa pemberitahuan dan ganti rugi kepada pemilik lahan yang sah.
Lahan tersebut dengan sewenang-wenang oleh perusahaan dijadikan lahan tambang batu bara. “Pada bulan Juni 2013 kami sudah menemui Koordinator lapangan Yuda Pratama, tapi tidak dihiraukan,” jelasnnya.
Sebelumnya, ujar H. habib Idrus, atas tindakan pengrusakan tersebut pelapor minta perlindungan pihak Kepolisian Tanah Bumbu yang diawasi Kompolnas dan Mabes Polri dan penyidikan sampai tahap akhir.
PT SDJ dan PT AJE tidak dapat menunjukkan bukti legalitas kepemilikan tanah yang dirusaknya. Ketika penyidikan pihak Kepolisian sudah hampir final, pihak perusahaan melakukan manuver untuk mengalihkan perhatian dari masalah pokok (pengrusakan dan penyerobotan tanah) yaitu dengan cara mencari pihak lain di luar pokok masalah sebagai kambing hitam.
“Yang dijadikan tameng adalah Samudji dkk, mereka bukan pemilik tanah di objek milik pelapor, mereka hanya jadi alat untuk melakukan gugatan terhadap perlapor ke PN Batulicin dengan sebutan tim 20 yang berjumlah 19 orang,” paparnya.
Sebelum putusan dijatuhkan, telah beredar isu dimasyarakat bahwa ada dua nama oknum hakim yang jadi alat perusahaan untukmengatur permainan di PN Batulicin mulai dari isi gugatan, bukti dan saksi adalah kedua hakim tersebut.
Dalam pertimbangan putusan hakim dengan tuduhan pihak perusahaan tidak bisa beraktivitas karena ada demo pada tanggal 9 Maret 2016.
Pertimbangan hukum yang yang digunakan hakim dinilai oleh pelapor dan warga TSM adalah fiktif, karena pada tanggal 9 Maret 2016 bertepatan dengan hari Raya Nyepi Umat Hindu yang merupakan hari libur nasional.
Kemudian bertepatan pula terjadinya peristiwa alam Gerhana Matahari dan pada tanggal yang sama pelapor sedang mengikuti acara pemakaman Habib Aqil yang merupakan keluarga pelapor sejak pagi.
“Selain melaporkan kepada pihak terkait yaitu KY, MA dan KPK, dan atas putusan hakim tersebut kami menyatakan naik banding,” tutup H. Habib Idrus. (mp)
Tidak ada komentar