LUGAS | Jakarta – Asuransi Mikro kini hadir bukan sekadar untuk memproteksi diri si tertangggung atau pemegang polis, melainkan juga melindungi usaha, khusus untuk pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dimungkinkan berkat hadirnya Asuransi Anti Bangkrut yang dikenal dengan nama ‘Si Abang’ untuk asuransi konvensional dan ‘Si Abang Syariah’ untuk asuransi syariah. Kedua produk asuransi mikro ini lahir atas kerja sama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi dan UKM, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI).
“Asuransi mikro tersebut, Si Abang dan Si Abang Syariah, khusus untuk usaha dengan memberikan perlindungan untuk obyek tempat usaha seperti kios, warung, lapak, gerobak, bakulan, sepeda, sepeda motor, atau sampan yang digunakan untuk usaha. Selain itu juga ada perlindungan atas modal usaha atau isi tempat usaha, termasuk perlengkapan usaha atau produknya. Jaminannya meliputi risiko kerusakan akibat kebakaran, ledakan petir, kejatuhan pesawat, asap, kerusuhan, tertabrak kendaraan, letusan gunung berapi (erupsi) serta gempa dan gelombang tsunami,” kata Ely Aswita, Chairman of Media Relation, Education and Socialization Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) dalam siaran pers terkait Insurance Day 2015 di Jakarta, Kamis, (8/10/2015).
Lebih lanjut ditambahkan bahwa tantangan yang dihadapi dalam memasarkan Produk Mikro Syariah adalah perlunya sosialisasi yang terus menerus dan berkesinambungan, karena untuk memberikan kesadaran masyarakat agar mereka mempersiapkan dirinya dan keluarganya apabila terjadi musibah yang tidak diharapkan, memerlukan proses pembelajaran terus menerus. “Kita harus memiliki inovasi dengan ‘mempackaging’ produk Mikro Syariah tersebut melalui program-program yang menarik dan dibutuhkan oleh komunitas atau masyarakat,” jelas Ely Aswita.
Tantangan lainnya adalah jangkauan pemasaran Asuransi Mikro Syariah masih terbatas pada kota-kota di mana perusahaan asuransi memiliki cabang dan jaringan, sehingga untuk menjangkau masyarakat yang berada di daerah-daerah yang belum ada agen atau cabang perusahaan asuransi tersebut, diperlukan upaya ekstra dan biaya yang besar. Hal ini harus dipertimbangkan oleh perusahaan, cost and benefit-nya. Padahal jika ini dapat diatasi, maka ajakan yang biasa kita gaungkan saat ini “ Mari Berasuransi“ ke depannya akan menjadi “Indonesia Berasuransi”.
Ely Aswita menambahkan bahwa pengembangan asuransi mikro ditujukan agar masyarakat berpenghasilan rendah dapat memiliki asuransi sebagai mekanisme perlindungan atas risiko keuangan yang dihadapi. Oleh karena itu karakteristik SMES (sederhana, mudah didapat, ekonomis, dan segera) menjadi pedoman untuk mengembangkan produk asuransi mikro.
Dengan besaran premi atau kontribusi tidak lebih dari Rp50.000 per 12 bulan, lanjut dia, peserta bisa memperoleh beragam pilihan manfaat sesuai dengan produk yang dikeluarkan. Jika masanya telah habis masyarakat dapat memperpanjang dengan melakukan pengajuan kembali. Polis disusun secara ringkas dan tidak menimbulkan multi tafsir, dokumen klaim terdiri tidak lebih dari 4 dokumen, proses persetujuan klaim tidak lebih 10 hari kerja. Besarnya pertanggungan yang diberikan bermacam-macam umumnya dari sebesar Rp2,500 juta hingga Rp50 juta, tergantung dari jenis produk.
Produk mikro untuk asuransi jiwa seperti halnya Si Peci, Si Bijak, Rumahku, Warisanku dan lainnya umumnya dikemas dalam bentuk voucher pulsa telepon dengan mengaktifkan melalui SMS dengan mengikuti petunjuk yang tertera didalam kartu. Setelah itu individu langsung terdaftar selama jangka waktu tertentu dan membeli serta mengaktifkan kembali apabila masanya telah berakhir. Seperti halnya dengan ‘Si Bijak’ (Asuransi Mikro Syariah) yang dikembangkan oleh konsorsium asuransi mikro syariah AASI, adalah suatu produk yang memberikan jaminan terhadap risiko meninggal dunia baik karena sakit, santunan pemakaman, ‘discontinuity business’ dan meninggal dunia karena kecelakaan pada saat masa kepesertaan asuransi syariah.
[L]
redaksilugas@gmail.com
redaksilugas@gmail.com
Tidak ada komentar