TABLOIDLUGAS.COM | Buku Tadzkiroh yang ditulis Abu Bakar Ba'asyir dengan editing oleh jajaran pim;pinan pusat jamaah Ansharuttauhid dinilai Kapolri sebagai buku yang menginspirasi tindakan terorisme. Bahkan sementara kalangan menilai buku ini muncul sebagai "The Ba'asyir Code", sebuah buku yang berisi "perintah tidak langsung" Ba'asyir, tidak dengan bahasa lugas melainkan dengan bahasa doktrin. Hal itu terlihat dari berbagai kasus terorisme pasca terbitnya buku Tadzkiroh I dan kini terbit lagi Tadzkiroh II.
Pendapat kontra diatas tentu sah-sah saja. Lantas bagaimana dengan yang pro?
“Pernyataan Kapolri terlalu gegabah dan berani dengan mengatakan buku Tadzkirah menginspirasi tindakan kriminal dan terorisme. Barang bukti yang diambil, termasuk buku-buku merupakan tindakan memaksakan untuk mengaitkan buku dengan tindakan pelaku terorisme,” kata Ustadz Haris Abu Ulya, Direktur CIIA - The Community of Ideological Islamic Analyst.
Sementara itu Ahmad Michdan, dari Tim Pembela Muslim, mengatakan bahwa dari semua kasus terorisme yang ia tangani tidak ada satupun yang terispirasi oleh hanya sebuah buku atau buku-buku Islam, apalagi buku Tadzkirah.
"Buku Tadzkirah ini adalah nasihat dan peringatan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebagai bentuk kasih sayang ulama terhadap bangsa,” terang Ustad Ahmad Michdan.
Tentang pengkafiran yang mengarah kepada character assasination, Ustadz Fuad Al Hazimi selaku anggota Majelis Syari’ah Jama’ah Ansharut Tauhid mempunyai penjelasan yang menurutnya telah ditaskhihkan langsung kepada Ba'asyir.
"Buku Tadzkirah itu tidak pernah mengkafirkan seseorang secara individu atau yang disebut takfir mu’ayan. Semua yang dibahas mengenai kekufuran di buku tersebut adalah mengenai kekufuran perbuatan atau kekufuran amalan. Kekafiran yang terjadi dikarenakan melakukan perbuatan kekafiran yang ditetapkan dalam Islam atau disebut perbuatan pembatal ke-Islaman, bukan pelaku kekafiran secara individu tertentu tetapi kekafiran secara perbuatan. Jadi bisa siapa saja orangnya atau pelakunya apabila melakukan perbuatan kekafiran tersebut maka orang tersebut masuk dalam kekafiran sampai orang tersebut kembali kepada Islam, dan buku Tadzkirah itu tidak pernah mengatakan nama orangnya,” terang Ustadz Fuad.
Sementara itu atas rencana bedah buku Tadzkiroh di Masjid Muhammad Ramadhan , Jl. Pulau Ribung Raya, Perum Taman Galaxy, Bekasi Selatan pada Minggu 2 februari 2014, sejumlah kalangan baik dari tokoh masyarakat, tokoh ulama dan lintas agama di Bekasi menolak bedah buku tersebut.
"Islam tidak mengajarkan kerusakan, bahkan Nabi Muhammad menjenguk orang kafir yang sakit meski ia sering menganiaya dan mengganggu Nabi," kata sumber Tabloid Lugas yang tak mau disebut namanya. Lanjutnya, "Kalau mau acara ini berlangsung, apakah sudah ada ijin dari aparat pemerintah dan masyarakat Bekasi? Bekasi tidak akan membiarkan kegiatan terorisme, termasuk kegiatan melakukan doktrin berkedok bedah buku!" tegasnya. (L)
Pendapat kontra diatas tentu sah-sah saja. Lantas bagaimana dengan yang pro?
“Pernyataan Kapolri terlalu gegabah dan berani dengan mengatakan buku Tadzkirah menginspirasi tindakan kriminal dan terorisme. Barang bukti yang diambil, termasuk buku-buku merupakan tindakan memaksakan untuk mengaitkan buku dengan tindakan pelaku terorisme,” kata Ustadz Haris Abu Ulya, Direktur CIIA - The Community of Ideological Islamic Analyst.
Sementara itu Ahmad Michdan, dari Tim Pembela Muslim, mengatakan bahwa dari semua kasus terorisme yang ia tangani tidak ada satupun yang terispirasi oleh hanya sebuah buku atau buku-buku Islam, apalagi buku Tadzkirah.
"Buku Tadzkirah ini adalah nasihat dan peringatan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebagai bentuk kasih sayang ulama terhadap bangsa,” terang Ustad Ahmad Michdan.
Tentang pengkafiran yang mengarah kepada character assasination, Ustadz Fuad Al Hazimi selaku anggota Majelis Syari’ah Jama’ah Ansharut Tauhid mempunyai penjelasan yang menurutnya telah ditaskhihkan langsung kepada Ba'asyir.
"Buku Tadzkirah itu tidak pernah mengkafirkan seseorang secara individu atau yang disebut takfir mu’ayan. Semua yang dibahas mengenai kekufuran di buku tersebut adalah mengenai kekufuran perbuatan atau kekufuran amalan. Kekafiran yang terjadi dikarenakan melakukan perbuatan kekafiran yang ditetapkan dalam Islam atau disebut perbuatan pembatal ke-Islaman, bukan pelaku kekafiran secara individu tertentu tetapi kekafiran secara perbuatan. Jadi bisa siapa saja orangnya atau pelakunya apabila melakukan perbuatan kekafiran tersebut maka orang tersebut masuk dalam kekafiran sampai orang tersebut kembali kepada Islam, dan buku Tadzkirah itu tidak pernah mengatakan nama orangnya,” terang Ustadz Fuad.
Sementara itu atas rencana bedah buku Tadzkiroh di Masjid Muhammad Ramadhan
"Islam tidak mengajarkan kerusakan, bahkan Nabi Muhammad menjenguk orang kafir yang sakit meski ia sering menganiaya dan mengganggu Nabi," kata sumber Tabloid Lugas yang tak mau disebut namanya. Lanjutnya, "Kalau mau acara ini berlangsung, apakah sudah ada ijin dari aparat pemerintah dan masyarakat Bekasi? Bekasi tidak akan membiarkan kegiatan terorisme, termasuk kegiatan melakukan doktrin berkedok bedah buku!" tegasnya. (L)
Tidak ada komentar