TABLOIDLUGAS.COM | Nasional - Komisioner KPU, Sigit Pamungkas, menyampaikan, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dan wakil presiden pada 2019 nanti, berimplikasi positif pada postur anggaran yang dibiayai negara.
"Postur anggaran tentu saja lebih murah kalau Pileg dan Pilpres disatukan. Karena itu akan hemat biaya penyelenggaraan Pemilu," ujar Sigit usai sosialisasi Peraturan KPU No 42 di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2014).
Menurut Sigit, dalam pemilu serentak, anggaran hemat karena pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2019 dilakukan dalam satu waktu. Berbeda dari tahun 2014, di mana KPU harus memisahkan anggaran untuk Pileg dan Pilpres.
Penghematan kedua, sambung Sigit, akan terjadi pada biaya logistik pemilu. Dengan pemilu serentak, anggaran logistik Pemilu 2019 akan dilakukan satu waktu sekaligus, baik untuk pileg dan pilpresnya termasuk biaya distribusi, transportasi, dan lelangnya.
"Dari segi teknis penyelenggaraan Pemilu, penggabungan dua pelkasanaan pemilu secara bersamaan mudah penataannya. Tapi faktor keamanan harus ditinggikan karena kompetisinya menjadi ketat. Kalau terpisah, tingkat ketegangannya bisa diangsur karena Pileg dilaksanakan dulu, baru beberapa bulan kemudian Pilpres menyusul," sambungnya.
Terkait regulasi untuk dua pemilu yang dilakukan serentak, memang tetap menyisakan sengketa. Namun, DPR dipastikan harus menyesuaikan dua perundang-undangan sekaligus, yaitu UU Pileg dan UU Pilpres.
"Jadi DPR harus mengonsolidasikan kembali undang-undang pemilu karena ada beberapa alur yang tidak sinkron dengan pilpres. Contohnya, dalam pileg saat ini, rekapitulasi suara di tingkat PPS, tapi rekapitulasi suara pilpres di tingkat PPK," katanya lagi.
Siang tadi, MK mengabulkan sebagian uji materi Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak.
Menurut Mahkamah, pelaksanaan pilpres setelah pileg dalam perkembangannya tidak mampu menjadi alat transformasi perubahan sosial ke arah yang dikehendaki. Hasil dari pelaksanaan dua pemilu terpisah, tak juga memperkuat sistem presidensial yang hendak dibangun berdasarkan konstitusi.
Mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi terutama antara DPR dan Presiden tidak berjalan dengan baik. Pasangan capres dan wapres kerap menciptakan koalisi taktis yang bersifat sesaat dengan partai-partai politik sehingga tidak melahirkan koalisi jangka panjang yang dapat melahirkan penyederhanaan partai politik secara alamiah.
"Selain itu, Pilpres yang diselenggarakan secara serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan juga akan mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat," terang hakim anggota MK, Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan salah satu pertimbangan putusan. (aguswibowo/tn)
"Postur anggaran tentu saja lebih murah kalau Pileg dan Pilpres disatukan. Karena itu akan hemat biaya penyelenggaraan Pemilu," ujar Sigit usai sosialisasi Peraturan KPU No 42 di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2014).
Menurut Sigit, dalam pemilu serentak, anggaran hemat karena pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2019 dilakukan dalam satu waktu. Berbeda dari tahun 2014, di mana KPU harus memisahkan anggaran untuk Pileg dan Pilpres.
Penghematan kedua, sambung Sigit, akan terjadi pada biaya logistik pemilu. Dengan pemilu serentak, anggaran logistik Pemilu 2019 akan dilakukan satu waktu sekaligus, baik untuk pileg dan pilpresnya termasuk biaya distribusi, transportasi, dan lelangnya.
"Dari segi teknis penyelenggaraan Pemilu, penggabungan dua pelkasanaan pemilu secara bersamaan mudah penataannya. Tapi faktor keamanan harus ditinggikan karena kompetisinya menjadi ketat. Kalau terpisah, tingkat ketegangannya bisa diangsur karena Pileg dilaksanakan dulu, baru beberapa bulan kemudian Pilpres menyusul," sambungnya.
Terkait regulasi untuk dua pemilu yang dilakukan serentak, memang tetap menyisakan sengketa. Namun, DPR dipastikan harus menyesuaikan dua perundang-undangan sekaligus, yaitu UU Pileg dan UU Pilpres.
"Jadi DPR harus mengonsolidasikan kembali undang-undang pemilu karena ada beberapa alur yang tidak sinkron dengan pilpres. Contohnya, dalam pileg saat ini, rekapitulasi suara di tingkat PPS, tapi rekapitulasi suara pilpres di tingkat PPK," katanya lagi.
Siang tadi, MK mengabulkan sebagian uji materi Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak.
Menurut Mahkamah, pelaksanaan pilpres setelah pileg dalam perkembangannya tidak mampu menjadi alat transformasi perubahan sosial ke arah yang dikehendaki. Hasil dari pelaksanaan dua pemilu terpisah, tak juga memperkuat sistem presidensial yang hendak dibangun berdasarkan konstitusi.
Mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi terutama antara DPR dan Presiden tidak berjalan dengan baik. Pasangan capres dan wapres kerap menciptakan koalisi taktis yang bersifat sesaat dengan partai-partai politik sehingga tidak melahirkan koalisi jangka panjang yang dapat melahirkan penyederhanaan partai politik secara alamiah.
"Selain itu, Pilpres yang diselenggarakan secara serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan juga akan mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat," terang hakim anggota MK, Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan salah satu pertimbangan putusan. (aguswibowo/tn)
Tidak ada komentar