TABLOIDLUGAS.COM | Sulteng - Warga bersama Front Perjuangan Masyarakat Korban Tambang Tojo Una-una dan Jatam Sulteng aksi ke pelabuhan PT. Arthaindo Jaya Abadi (PT AJA) di Desa Podi, Kabupaten Tojo Una-una, Sulteng, Senin(4/3/13). Mereka menuntut penghentian aktivitas pertambangan nikel yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan di daerah itu.
Massa sekitar seratusan orang. Ada anak-anak, perempuan, pemuda dan pemudi. Mereka berkumpul di Dusun Kayu Nyole pukul 9.26. Dusun Kayu Nyole perumahan relokasi ke dua warga Tojo korban banjir bandang Sungai Podi, tahun 2007.
Penolakan warga beralasan. Pertambangan PT AJA berpotensi menciptakan masalah besar bagi warga Desa Podi dan mengancam lalulintas trans Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Banggai-Pos- Kota Palu-Makassar. Dengan ada tambang ini, perusahaan menggusur hulu kampung yakni Sungai Podi yang diapit dua gunung hingga mengakibatkan akses air sungai terbendung galian material galian tambang.
Andika, Deputi Direktur Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (Jatam Sulteng) mengatakan, warga khawatir, jika operasi tambang PT AJA terus berlangsung justru memicu banjir bandang lebih besar. Hasil penelitian Dinas Pekerjaan Umum tahun 2007 menyebutkan, ada potensi longsor material gunung sebesar 500-an ribu ton. Tak hanya itu. Lahan pertanian 42 keluarga di Lereng Katopasa, yakni gunung umogi ikut digusur PT AJA.
Konsesi tambang ini berdasarkan SK Bupati Tojo Una-una No. 188.45/115//Distamben tertanggal 3 April 2012. SK ini tentang perubahan atas keputusan izin usaha pertambangan eksplorasi biji besi kepada PT Adiguna Usaha Saemesta menjadi IUP eksplorasi biji besi ke PT AJA seluas 5.000 hektar di Kecamatan Tojo dan Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una-una.
Dari catatan Irsan, Presidium Korban Tambang Tojo Una-una, menyebutkan, Desa Podi berdiri tahun 1949, berada di Kecamatan Tojo Kabupaten Tojo Una una. Data BPS 2012, jumlah penduduk Podi ada 872 jiwa bekerja sebagai nelayan 60 persen dan petani 30 persen serta pedagang 20 persen. Desa podi terdiri dari empat dusun, dan tujuh rukun tetangga.
Kawasan desa ini lekat dengan sejarah banjir bandang. Tahun 1990- 1991, banjir menghanyutkan jembatan dan merendam seluruh rumah hingga warga mengungsi di luar Desa Podi.
Warga direlokasi. Banjir kedua tahun 2005 menghanyutkan jembatan dan rumah warga. Pemerintah kembali relokasi kedua. Pada 2007 juga relokasi di dusun empat dengan membangun 272 rumah, sekarang masuk wilayah Desa Podi. “Ironis, September 2012, pemerintah Kabupaten Tojo Una-una memberikan konsesi tambang pada PT AJA secara mendadak di Desa Podi.”
Menurut Irsan, aktivitas pertambangan ini banyak masalah. Mulai dari titik pusat aktivitas hanya berjarak satu kilometer dari perkampungan khusus dusun dua Podi, kampung relokasi banjir pertama.
Kini, air minum mulai tercemar, berwarnah merah. Sekitar 20 kebun warga dirusak aktivitas perusahaan. “Buldoser Arthaindo menggusur kebun warga tanpa proses pamitan pada petani pemilik kebun. Warga pun resah, karena kebun kakao dan durian tergusur,” kata Irsan.
Pada Januari 2013, warga Podi aksi protes. Hasilnya, pertemuan warga dan perusahaan difasilitasi Pemerintah Kabupaten Tojo Una-una. Keluar keputusan bersama menghentikan sementara pekerjaan perusahaan sebelum izin ekspor keluar. Selang sehari, selembar izin ekspor terbit dan PT AJA keblai beroperasi.
Tak jauh dari Desa Podi, pada 11 Januari 2013, juga aksi serupa. Masyarakat Desa Uekuli, Kabupaten Tojo Una-una aksi pendudukan sebagai respon PT Ina Touna Mining, beroperasi kembali. Sekitar 20 orang mendatangi pelabuhan. Mereka membangun tenda dan pondok. Warga menuntut ganti rugi lahan petani yang dicaplok perusahaan.
Di desa ini sentral operasi dua perusahaan tambang nikel yakni PT. Ina Touna Mining konsesi 9.925 hektar dan PT. Trinusa Aneka Tambang seluas 9.356 hektar. Dua perusahaan ini beroperasi di kawasan lindung Ebony dan Buru Allo, yang statusnya diturunkan sejak 2009.
Sebelumnya, Desa tetangga, Betaua, aksi serupa menolak eksploitasi tambang PT Ina Touna Mining, berujung gugatan PTUN pada Bupati Tojo Una-una, dimenangkan masyarakat Betaua. Namun, perusahaan kembali tetap operasi meski menuai sengketa dari petani di sana. [L]
Massa sekitar seratusan orang. Ada anak-anak, perempuan, pemuda dan pemudi. Mereka berkumpul di Dusun Kayu Nyole pukul 9.26. Dusun Kayu Nyole perumahan relokasi ke dua warga Tojo korban banjir bandang Sungai Podi, tahun 2007.
Penolakan warga beralasan. Pertambangan PT AJA berpotensi menciptakan masalah besar bagi warga Desa Podi dan mengancam lalulintas trans Sulawesi yang menghubungkan Kabupaten Banggai-Pos- Kota Palu-Makassar. Dengan ada tambang ini, perusahaan menggusur hulu kampung yakni Sungai Podi yang diapit dua gunung hingga mengakibatkan akses air sungai terbendung galian material galian tambang.
Andika, Deputi Direktur Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (Jatam Sulteng) mengatakan, warga khawatir, jika operasi tambang PT AJA terus berlangsung justru memicu banjir bandang lebih besar. Hasil penelitian Dinas Pekerjaan Umum tahun 2007 menyebutkan, ada potensi longsor material gunung sebesar 500-an ribu ton. Tak hanya itu. Lahan pertanian 42 keluarga di Lereng Katopasa, yakni gunung umogi ikut digusur PT AJA.
Konsesi tambang ini berdasarkan SK Bupati Tojo Una-una No. 188.45/115//Distamben tertanggal 3 April 2012. SK ini tentang perubahan atas keputusan izin usaha pertambangan eksplorasi biji besi kepada PT Adiguna Usaha Saemesta menjadi IUP eksplorasi biji besi ke PT AJA seluas 5.000 hektar di Kecamatan Tojo dan Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una-una.
Dari catatan Irsan, Presidium Korban Tambang Tojo Una-una, menyebutkan, Desa Podi berdiri tahun 1949, berada di Kecamatan Tojo Kabupaten Tojo Una una. Data BPS 2012, jumlah penduduk Podi ada 872 jiwa bekerja sebagai nelayan 60 persen dan petani 30 persen serta pedagang 20 persen. Desa podi terdiri dari empat dusun, dan tujuh rukun tetangga.
Kawasan desa ini lekat dengan sejarah banjir bandang. Tahun 1990- 1991, banjir menghanyutkan jembatan dan merendam seluruh rumah hingga warga mengungsi di luar Desa Podi.
Warga direlokasi. Banjir kedua tahun 2005 menghanyutkan jembatan dan rumah warga. Pemerintah kembali relokasi kedua. Pada 2007 juga relokasi di dusun empat dengan membangun 272 rumah, sekarang masuk wilayah Desa Podi. “Ironis, September 2012, pemerintah Kabupaten Tojo Una-una memberikan konsesi tambang pada PT AJA secara mendadak di Desa Podi.”
Menurut Irsan, aktivitas pertambangan ini banyak masalah. Mulai dari titik pusat aktivitas hanya berjarak satu kilometer dari perkampungan khusus dusun dua Podi, kampung relokasi banjir pertama.
Kini, air minum mulai tercemar, berwarnah merah. Sekitar 20 kebun warga dirusak aktivitas perusahaan. “Buldoser Arthaindo menggusur kebun warga tanpa proses pamitan pada petani pemilik kebun. Warga pun resah, karena kebun kakao dan durian tergusur,” kata Irsan.
Pada Januari 2013, warga Podi aksi protes. Hasilnya, pertemuan warga dan perusahaan difasilitasi Pemerintah Kabupaten Tojo Una-una. Keluar keputusan bersama menghentikan sementara pekerjaan perusahaan sebelum izin ekspor keluar. Selang sehari, selembar izin ekspor terbit dan PT AJA keblai beroperasi.
Tak jauh dari Desa Podi, pada 11 Januari 2013, juga aksi serupa. Masyarakat Desa Uekuli, Kabupaten Tojo Una-una aksi pendudukan sebagai respon PT Ina Touna Mining, beroperasi kembali. Sekitar 20 orang mendatangi pelabuhan. Mereka membangun tenda dan pondok. Warga menuntut ganti rugi lahan petani yang dicaplok perusahaan.
Di desa ini sentral operasi dua perusahaan tambang nikel yakni PT. Ina Touna Mining konsesi 9.925 hektar dan PT. Trinusa Aneka Tambang seluas 9.356 hektar. Dua perusahaan ini beroperasi di kawasan lindung Ebony dan Buru Allo, yang statusnya diturunkan sejak 2009.
Sebelumnya, Desa tetangga, Betaua, aksi serupa menolak eksploitasi tambang PT Ina Touna Mining, berujung gugatan PTUN pada Bupati Tojo Una-una, dimenangkan masyarakat Betaua. Namun, perusahaan kembali tetap operasi meski menuai sengketa dari petani di sana. [L]
Tidak ada komentar