Divy Sumardiana: Minyak Jelantah, Potensi Bisnis Menjanjikan dan Bernilai Ibadah


LUGAS | Jakarta - Salah satu sumber energi alternatif yang belakangan ini mendapatkan banyak perhatian adalah fatty acid methyl ester (FAME) atau yang lazim dikenal sebagai biodiesel. Sifat biodiesel ini bisa terurai dengan bantuan mikroorganisme lain, tidak beracun dan dapat menggantikan bahan bakar solar tanpa modifikasi lebih lanjut, menjadikannya sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Sejak 2018 biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit dijadikan mandatori oleh Pemerintah dan saat ini implementasinya sudah sampai B30, dengan campuran FAME 30 persen dan solar 70 persen.

Tak hanya kelapa sawit, FAME juga bisa dihasilkan dari minyak hewani, minyak nabati, bahkan minyak goreng bekas. Menilik potensinya, produk turunan minyak sawit yaitu minyak goreng sawit bekas atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah pun menjadi salah satu opsi bisnis menjanjikan di masa depan. Hal ini disampaikan Divy sumardiana, Direktur Operasional dan owner PT. Rejeki Mitra Jaya, di workshopnya yang berlokasi di Jalan Bangun Jaya Blok i Nomer 13-14 Duren Sawit Jakarta Timur pada Sabtu (16/10/2021).

Sebagai orang yang berpengalaman dibidang bisnis Divy Sumardiana tidak serta merta membuka usaha pengelolaan minyak jelantah, riset pasar dilakukan dengan sangat matang dan penuh perhitungan.

"Perusahaan kami ini bergerak dibidang pengelolaan sampah organik dan nonorganik, tapi kita saat ini fokusnya ke limbah jelantah, karena kita diperkenalkannya awal itu mengenai limbah jelantah," tutur Divy Sumardiana.

Lebih lanjut Divy menceritakan bagaimana ia memulai bisnis pengelolaan minyak jelantah atau mijel.

"Sebelum memulai bisnis ini kita adakan riset pasar, kita tanya sono tanya sini segala macem, minyak jelantah itu seperti apa sih, sumbernya dari mana. Waktu itu saya lihat kalau dari segi bisnis minyak jelantah ini sesuatu yang diproduksi dan barangnya ada terus," kata Divy.

Asumsi Divy tak salah, karena memang pada kenyataannya masyarakat tak lepas dari aktifitas memasak dan menggoreng menggunakan minyak goreng.

"Minyak jelantah ini saya pikir setiap orang pasti menggoreng, orang Indonesia itu paling suka menggoreng. Setiap rumah makan juga pasti nggak mungkin kalau nggak ada yang digoreng. Walaupun prosesnya belum tentu di restaurant itu tapi pasti ada yang digoreng, walaupun mungkin hanya bawang yang digoreng," jelas Divy soal sustainabilitas bisnis yang digelutinya.

Lanjutnya, "dari situ saya analisa dan saya simpulkan dari segi bisnis bahwa minyak jelantah ini sumbernya ada, jelas dan pasti dan tiap hari pasti bisa kita dapetin, dan dari segi sosial bisa bernilai ibadah."

Berangkat dari pengalaman sebelumnya dimana ia pernah berbisnis namun dialihdayakan sepenuhnya ke pihak lain, lalu ujung-ujungnya kena tipu, di bisnis pengelolaan minyak jelantah ini ia terjun sendiri.

"Pengalaman saya dulu bisnis, saya kasih orang semuanya, jadi saya di atas aja duduk manis, orang lain yang jalan, akhirnya saya nggak tahu apa-apa. Ujung-ujungnya dibohongin," ujarnya mengenang kepahitan yang pernah dialaminya.

"Tapi di minyak jelantah ini saya bener-bener terjun langsung, saya survey sendiri, saya marketing sendiri, saya bikin laporan sendiri, saya presentasi sendiri, pengambilan ke restoran pun saya sering datang sendiri," ungkap Divy.

Dikatakannya, menjalani bisnis pengelolaan mijel ini dia tak semata mendapatkan keuntungan bisnis saja, namun lebih dari itu ada nilai ibadah karena secara sosial dapat membantu menyehatkan sesama dan secara lingkungan dapat membantu upaya penyelamatan lingkungan dari kerusakan akibat dari limbah minyak bekas atau minyak jelantah itu.

"Dari segi bisnis pasti menguntungkan, dari sosial juga pasti ada dan bisa bernilai ibadah, karena efek dari minyak jelantah ini juga besar, bisa merusak kesehatan dan bisa merusak tanah dan tanaman, dan dari adanya pengelolaan minyak jelantah ini secara langsung sudah membantu pemerintah dalam memelihara lingkungan," jelas Divy Sumardiana.

Di Kota Bekasi, dalam pengelolaan minyak jelantah PT Rejeki Mitra Jaya yang dipimpinnya bekerjsa sama dengan Bank Sampah Induk Patriot (BSIP).

"Kami PT. RMJ bertindak sebagai collecting point minyak goreng bekas dari masyarakat, hotel, restaurant dan pabrik atau industri pengolah makanan," ungkap Divy.

Diterangkan Divy, minyak goreng bekas yang terkumpul itu diekspor untuk kemudian didaur ulang menjadi biosolar.

"Pengumpulanya melalui BSIP, dan kami support penuh. Jadi kita yang ambil dan yang terjun langsung ke masyarakat BSIP," ungkapnya.

"Jadi prosesnya seperti apa dilapangan itu adalah kerja BSIP, salah satu kemudahan yang kita kasih ke BSIP kalau dalam pengambilan ada kesulitan pasti kita bantu, dan kita janji apabila pengambilan diatas 20 ton saya siapin armada khusus dan drivernya, jadi kita suport penuh tidak setengah setengah, termasuk drigen hingga spanduk," jelas Divy.

Divy Sumardiana, sosok pria low profile ini menjalankan bisnis dengan orang-orang dekat sebagai suportnya. Dua anak dan seorang istri dikatakannya sebagai penyemangatnya.

Sebelumnya ia berpengalaman menjalani usaha dibidang tour and travel,  IT, trading dan advertising, hingga kemudian ia menjadikan bisnis minyak jelantah sebagai bisnis pilihan yang dijalaninya penuh perhitungan dan terus bertahan bahkan mengalami  perkembangan meski dimasa pandemi.

PT. RMJ mempertahankan dan memberikan pelayanan terbaik dengan keunggulan-keunggulan sebagaimana perusahaan pelayanan di bidang kesehatan.

"Pertama kami jamin kebersihan terjaga, bisa dilihat dari jerigen yang kita kirim. Karena ketika kita awal mulai bisnis disini kita dapat jerigen warnanya hitam-hitam, dari workshop kami bisa dilihat sendiri, kita rapi bersih, kami sediakan tempat yang memadai untuk karyawan dan tamu. Dan dimasa pandemi Covid-19 ini kita jaga dan patuhi protokol kesehatan secara ketat," tutur Divy mengenai standard yang diterapkan di perusahaannya.

Dikatakan Divy, perusahaannya yang dirintis benar-benar dari bawah membuatnya paham dengan kondisi lapangan, "dan kita sebagai pelopor kebersihan usaha minyak jelantah," ucapnya.

Berikutnya ada yang menganggap remeh masalah limbah data,  jadi nggak ada databasenya.

"Mereka main ambil begitu saja, bayar dan selesai. Tapi PT. RMJ semua rapi semua terdata. Kita punya faktur ada nomenlakturnya 2 rangkap, kita juga punya kartu pengelolaan. Semua data disimpan hard copy dan soft copy," tambahnya.

Selain itu PT. RMJ berani memberikan jaminan ke pemasok  bahwa minyak jelantah diolah untuk biodiesel. Bukan didaur ulang untuk dikonsumsi kembali.

"Dan kami sampaikan apabila ada pemeriksaan dari dinas terkait atau darimana saja kalau ada kesulitan kami siap 24 jam siap membantu. selain itu PT. RMJ punya kantor sendiri, tanah punya sendiri, sehingga semua aman karena tanggung jawab mutlak," tegasnya.

Sebagai perusahaan supporting Bank Sampah (BSIP), pihaknya juga memberikan jaminan bahwa perusahaannya memiliki tata kelola yang jelas dengan memiliki, manajemen pendataan yang jelas dan rapi, serta siap dalam memberikan sosialisasi dan edukasi ke tengah masyarakat.

Dari Divy Sumardiana dapat disimpulkan bahwa bisnis pengelolaan minyak jelantah adalah bisnis  menjanjikan, yang baginya sekaligus jadi sarana beribadah dan kesalehan sosial sebagai makhluk Tuhan yang memiliki peran  sosial terhadap sesama manusia dan lingkungan alam sekitarnya.


Tentang Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar  bersifat terbarukan dan ramah lingkungan, dikenal secara ilmiah dengan nama Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang menjadi bahan bakar alternatif pada mesin diesel.

Biodiesel didefinisikan oleh World Custom Organization (WCO) sebagai campuran mono-alkil produksi biodiesel ester rantai panjang [C16-18] asam lemak yang berasal dari minyak sayur atau lemak hewan (Srinivasan, 2009).

Biodiesel selain terbarukan juga biodegradable, ramah lingkungan, hemat energi, bahan bakar substitusi yang dapat memenuhi kebutuhan energi tanpa mengorbankan kinerja operasional mesin.

Dikutip dari jurnal Saintekno, penggunaan FAME memberikan banyak keunggulan diantaranya tidak memerlukan modifikasi mesin diesel yang telah ada, ramah lingkungan karena bersifat biodegrable dan tidak beracun, emisi polutan berupa hidrokarbon yang tidak terbakar, CO, CO2, SO2, dan jelaga hasil pembakaran biodiesel lebih rendah dari pada solar, kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum diesel (80% dari kandungan petroleum diesel), dan angka cetane lebih tinggi dari pada petroleum diesel (solar).



Laporan  Agus Wiebowo
Editor: Mahar Prastowo

Tidak ada komentar