Kantor DPRD Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara tampak tergenang banjir |
LUGAS | Taliabu - Intensitas curah hujan yang tinggi dalam sepekan terakhir hingga Minggu (7/6/2020) mengakibatkan banjir melanda beberapa titik ruas jalan dan sebagian wilayah areal permukiman di Kota Bobong, Taliabu Barat, Ibukota Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara.
Curah hujan cukup tinggi terjadi sejak akhir mei lalu dengan prosentasi kelembaban mulai dari 70 s/d 90%, dan rata-rata curah hujan berdurasi antara 3- 12 jam.
Sebelumnya, BMKG memprakirakan curah hujan masih akan terjadi sampai dengan Senin (08/06) dengan tipikal kecil-lebat dan suhu rata rata berkisar diantara 23-30 derajat celcius.
Salah satu titik banjir lokal yang terjadi di Desa Bobong, diantaranya wilayah Dusun Badadi, Dusun Unabua, Dusun Salenga kompleks Mangga 1 dan Kebun Janda serta Dusun Fangahu. Bahkan tak kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Taliabu pun terkena imbas genangan air ini.
Drainase Buruk
Kota Bobong merupakan langganan tetap banjir tiap tahunnya, beberapa drainase yang dibangun hanya mencakup beberapa bagian saja. Titik-titik yang tergenang baik jalan maupun permukiman warga, kebanyakan diakibatkan tidak memiliki sistem drainase sama sekali.
Pemicu lain penyebab banjir musiman ini adalah kondisi morfologi dan kontur Bobong yang berupa cekungan dengan elevasi (ketinggian suatu tempat terhadap daerah sekitarnya di atas permukaan laut, red) lebih rendah dibandingkan dengan bibir pantai. Hal ini diperparah lagi dengan tata kota dan saluran drainase yang kurang baik sehingga surutnya air hanya mengandalkan resapan tanah permukaan.
Gorong-gorong yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) beberapa tahun silam di dusun Unabua belum menjadi solusi, karena hanya berupa parit tanpa cor beton, sehingga selain fungsinya tidak maksimal, juga tidak bernilai estetika. Justru aliran air pada drainase berupa galian parit ini tanahnya terkikis oleh air yang mengalir deras kemudian mengendap dan menghambat aliran air.
Ditambah lagi gorong-gorong tersebut menjadi tempat tumbuhnya eceng gondok, kangkung, sarang nyamuk dan bahkan di beberapa tempat ditemukan anak buaya. Sejauh ini Pemerintah Daerah melalui Dinas PUPR hanya melakukan pengerukan setiap tahun agar gorong-gorong tersebut berfungsi kembali saat musim penghujan.
Di lokasi lain, ada Gorong-gorong beton yang dibangun guna menghambat laju air yang turun dari gunung merah (dusun Salenga), namun akibat penambangan pasir yang berada di sisi gunung tersebut membuat sistem drainase ini terisi oleh pasir sehingga memenuhi badan got. Mirisnya pada saat musim penghujan, gorong-gorong yang dipenuhi pasir ini kemudian meluap ke jalan raya dan rumah-rumah warga sekitar, tak pelak hal ini menimbulkan masalah baru.
Rekomendasi
Dari informasi yang dihimpun oleh Team LUGAS, diketahui bahwa hampir 70% morfologi wilayah Ibu Kota Taliabu (Bobong) pada awalnya merupakan dataran limpahan banjir dan rawa-rawa yang memiliki ketinggian antara 1 - 5 Mdpl dan di beberapa tempat bahkan mempunyai level 0 mdpl.
Dikarenakan kondisi morfologi tersebut, apakah tidak sepatutnya jika pemerintah memikirkan serta merencanakan sistem drainase yang lebih baik? Sebab, jika berharap dari resapan tanah saja secara alami, maka dapat dipastikan banjir maupun genangan air lokal ini akan terus terjadi saat musim penghujan.
Nur Qudus, doktor Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, menilai tumbuh kembangya suatu kawasan selalu diiringi permasalahan lingkungan hidup baik di perkotaan maupun pedesaan. Berkurangnya kawasan resapan bisa menyebabkan banjir, longsor, erosi dan sedimentasi.
Menurutnya perlindungan dan pelestarian sumberdaya air khususnya air tanah dapat dilakukan dengan menggunakan sistem drainase air hujan yang berwawasan lingkungan, yaitu dengan rekayasa teknis resapan air hujan. Rekayasa ini berfungsi untuk menampung air hujan dari bangunan dan limpasan selanjutnya diresapkan ke dalam tanah.
Rekayasa sistem resapan air hujan juga untuk mengurangi debit aliran permukaan dan menambah pengimbuhan air tanah yang dapat dilakukan dengan pembuatan sistem resapan. Dengan demikian suatu kawasan tidak akan kekurangan air bersih pada saat musim kemarau karena rekayasa teknik resapan air buatan tersebut sekaligus menyimpan atau menabung air di dalam tanah. [L]
Tim Lugas Taliabu
Editor: Mahar Prastowo
Tim Lugas Taliabu
Editor: Mahar Prastowo
Tidak ada komentar